Makalah Inventarisasi Hutan Meyeluruh Berkala (IHMB)



I. PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, para pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) diwajibkan menyusun Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu sepuluh tahunan (Pasal 73 dan 75 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007) yang disusun berdasarkan inventarisasi berkala sepuluh tahunan dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Berdasarkan inventarisasi tersebut perlu dibuat pedoman inventarisasi berkala untuk pelaksanaan di lapangan oleh pemegang IUPHHK-HA atau IUPHHK-HT.

1.2.  Maksud
Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dimaksudkan untuk dijadikan panduan dan dasar bagi pengelola unit manajemen tingkat tapak (KPH dan atau IUPHHK) dalam melaksanakan kegiatan inventarisasi hutan menyeluruh berkala pada areal unit pengelolaan dan areal IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) sepuluh tahunan.

1.3.  Tujuan
Tujuan inventarisasi hutan menyeluruh berkala antara lain:
1.  Untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala;
2.  Sebagai bahan penyusunan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan atau RKUPHHK dalam Hutan Tanaman atau KPH sepuluh tahunan;
3.  Sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal KPH dan atau IUPHHK-HA atau IUPHHK-HT.

1.4.  Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi pengaturan tata cara penyelenggaraan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dalam hutan produksi.

1.5. Pengertian
1.  Petak (compartment) adalah unit areal yang merupakan unit administrasi terkecil dalam kesatuan pengelolaan/manajemen hutan.
2.  Sediaan tegakan hutan (standing stock) adalah kondisi tegakan hutan yang ada pada saat dilaksanakan inventarisasi hutan, yang dinyatakan dalam komposisi jenis, penyebaran ukuran diameter dan dugaan tinggi pohon penyusun tegakan, luas areal, volume tegakan hutan, keadaan permudaan alam/tumbuhan bawah serta bentang lahan dari areal yang diinventarisasi.




II.   PRASYARAT PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1. Ketentuan Umum
1.      Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada prinsipnya berbasis keragaman potensi hutan dan dilaksanakan oleh pemegang IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT pada Hutan Produksi atau suatu KPH;
2.      Pengambilan petak contoh (sampling unit) dalam IHMB berbasis petak didasarkan pada kondisi areal yang berhutan;
3.      Petak contoh untuk pengamatan pohon:
a.  pada hutan alam berukuran paling sedikit 0,25 hektar berbentuk empat persegi panjang dengan lebar 20 meter dan panjang 125 meter.
b.  pada hutan tanaman berukuran paling sedikit 0,02 hektar (jari-jari lingkaran 7,94 meter) untuk umur 0 – 10 tahun, luas 0,04 hektar (jari-jari lingkaran 11,28 meter) untuk umur 11 - 20 tahun, dan luas 0,1 hektar (jari-jari lingkaran 17,8 meter ) untuk umur diatas 20 tahun berbentuk lingkaran.

2.2. Waktu Pelaksanaan
1.      Pelaksaaan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dilaksanakan 1 (satu) kali dalam setiap 10 (sepuluh) tahun;
2.      Dalam hal permohonan IUPHHK baru, hasil IHMB menjadi dasar perhitungan Annual Alowable Cut (AAC);
3.      Bagi IUPHHK sedang berjalan, dilaksanakan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diberlakukannya peraturan ini;
4.      Bagi IUPHHK yang akan berakhir jangka waktu izinnya dan akan mengajukan perpanjangan izin, dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya izin.

2.3. Perencanaan Kegiatan
1.      Pemegang IUPHHK menyusun rencana kegiatan IHMB dilengkapi dengan:
a.  Peta areal kerja digital serta hasil cetak (hardcopy) dari yang akan di survey;
b.  Data penginderaan jauh resolusi spasial sedang (10 m - 30 m) dengan umur perekaman data tidak lebih dari 2 tahun serta mempunyai kualitas citra yang baik dengan maksimum tutupan areal sebesar 5%;
c.   Peta petak dalam areal kerja, peta jalan, sungai dan lokasi pemukiman atau perkampungan baik dalam bentuk digital maupun hasil cetak (hardcopy);
d.  Rencana bagan sampling dan bentuk plot contoh;
e.  Rencana alat dan perlengkapan di lapangan;
f.    Tata waktu pelaksanaan;
g.  Rencana penyediaan tenaga kerja dan organisasi;
h.  Rancangan pengolahan, analisis data dan pelaporan hasil;
i.    Rencana luaran (output).





2.      Menyampaikan  rencana  kegiatan  inventarisasi  hutan  kepada  Direktur  Jenderal  Bina  Produksi Kehutanan c.q. Direktur yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang penilaian dan pengesahan RKUPHHK-HA atau RKUPHHK-HT.

2.4. Verifikasi Hasil
1.  Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan dapat membentuk Tim Pengendali Teknis, yang terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Badan Planologi Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Akademisi Kehutanan setempat untuk melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap laporan/hasil inventarisasi hutan yang telah dilaksanakan;
2.  Terhadap laporan hasil inventarisasi yang telah diterima oleh Tim Pengendali Teknis, Tim Pengendali Teknis memberikan saran dan pertimbangan mengenai hasil inventarisasi kepada Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan sebagai dasar penyusunan RKUPHHK sepuluh tahunan.
































III.    PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1.   Stratifikasi Tutupan Hutan
1.  Pembentukan kelas tutupan hutan dimaksudkan untuk meningkatkan ketelitian hasil pendugaan hasil inventarisasi dan keterwakilan.
2.  Pelaksanaan pembentukan kelas tutupan hutan dilakukan melaui kaidah sebagai berikut:
a.  Membagi habis seluruh tutupan vegetasi yang ada (exhaustive);
b.  Mengorganisir/menggabung kelas-kelas tutupan hutan (mutually exclusive);
c.   Mempunyai ukuran yang jelas untuk setiap kelas tutupan hutan yang dibuat:
1)  kelas tutupan hutan primer adalah hutan alam produksi yang belum pernah dieksploitasi secara terencana.
2)  kelas tutupan hutan bekas tebangan (Logged Over Area) adalah hutan yang pernah dan atau sedang dieksploitasi secara terencana.
d.  Hirarkis, dimana kelas-kelas yang dibuat mempunyai hirarki (tingkatan) dan mengikuti kaidah diagram pohon (dendrogram).

3.2.  Penentuan Jumlah Plot Contoh
A.  Hutan Alam
1.  Tujuan penarikan contoh pada hutan alam adalah untuk menghitung volume tegakan komersil yang terdiri dari pohon-pohon dengan berdiameter setinggi dada (dbh) sama atau lebih besar dari 10 cm (sepuluh centimeter).
2.  Jumlah plot contoh yang diperlukan tiap IUPHHK dihitung berdasarkan tingkat kesalahan sebesar 5% (lima perseratus) dengan menggunakan rumus:
n = CV % ×t 2 SE%
di mana :
n  = jumlah contoh
SE = Sampling Error (5%) keragaman volume antar plot
CV = Keragaman volume dinyatakan sebagai persentase terhadap nilai volume rataan t = tingkat kepercayaan 95% (nilai t mendekati 2)

dengan demikian untuk kawasan yang mempunyai keragaman volume sebesar 65% akan diperoleh jumlah plot contoh sebesar 676 buah (dibulatkan 700).
Mengingat kawasan hutan produksi yang luas dan keberagamannya tinggi, maka keragaman volume berdasarkan data empiris hutan-hutan produksi antara 65% – 75%. Tabel berikut ini menunjukan jumlah plot contoh (luas masing-masing plot adalah 0,25 ha) yang harus dibuat agar mencapai kesalahan penarikan contoh sebesar ± 5% (lima perseratus), pada kawasan IUPHHK seluas 80.000 ha dengan asumsi besar keragaman volume antar plot (S%) berbeda-beda.







3.        Peletakan plot contoh/sample dalam areal dilakukan dengan sampling sistematik dimulai secara acak (systematic sampling with random start) dalam jalur berplot, dengan lebar jalur 20 meter. Jarak antar jalur sebesar 1 km (satu kilometer) dengan tujuan mengusahakan agar semua petak yang ada dapat terwakili. Plot pertama dalam jalur diletakkan secara acak. Jarak antar plot (JP) dalam satu jalur dihitung berdasarkan luas daerah yang diwakili sebuah plot sampel yang dibagi 1000, yakni:

JP =
Luas IUPHHK (m2 )
×

1

Jumlah plot sampel
1000


Catatan :
dengan jarak antar jalur 1000 m, maka jarak antar plot contoh dalam jalur, pada 3 kawasan IUPHHK yang keragaman volumenya sama 75% tetapi luasannya berbeda (misalnya IUPHHK A = 80.000, B = 90.000 dan C = 100.000 ha) adalah sebagai berikut:


Luas Areal IUPHHK-HA

80.000
90.000
100.000
Jumlah plot
900
900
900
Luas terwakili/plot (m2)
888.888,89
1.000.000,00
1.111.111,10
Jarak antar plot (m)
890
1000
1100

Dengan asumsi bahwa petak tebang berbentuk persegi dengan ukuran 1 km x 1 km, maka jika areal IUPHHK luas (misalnya di atas 100.000 ha) dan keragaman volume tinggi (misalnya di atas 75%) akan ada petak tebang yang tidak diwakili sebuah plot contoh. Untuk memperoleh informasi petak tebang tersebut, digunakan asumsi bahwa perubahan volume dari satu titik contoh ke titik lainnya berlangsung secara gradual, karena itu dapat digunakan transformasi linear berdasarkan jarak. Jika luas IUPHHK tersebut adalah 90.000 ha, maka jarak antar plot adalah 1000 meter.

Petak tebang yang tidak diwakili sebuah plot contoh, diduga volumenya dengan menggunakan interpolasi. Pada Gambar di bawah ini, petak tebang A100 tidak ditempati plot contoh dan akan diduga volumenya berdasarkan volume plot contoh di petak A099 (misalnya V1 =25 m3) dan petak A101 (misalnya V2=64 m3).


B.  Hutan Tanaman
1.  Petunjuk dimaksudkan untuk hutan tanaman industri kayu pulp, dimana tidak diberi perlakuan penjarangan tegakan.
2.  pendugaan volume dilakukan pada tanaman kelas umur 4 tahun keatas. Pada kelas-kelas umur ini inventarisasi dilakukan pada setiap kelas umur dengan tujuan untuk monitoring perkembangan produksi dan menduga besarnya produksi di saat tebangan.
3.  Pada umur di bawah 4 tahun, tujuan inventarisasi diarahkan lebih kepada penilaian keberhasilan tanaman, penentuan kualitas tapak (site quality) dan gangguan hama/penyakit.
4.  Jumlah plot contoh yang diperlukan tiap IUPHHK-HT/HTI dihitung berdasarkan tingkat kesalahan sebesar 5% dengan menggunakan rumus:
n = CV % ×t 2 SE%

di mana:
n  = jumlah contoh
SE = Sampling Error (5%) keragaman volume antar plot
CV = Keragaman volume ditetapkan sebesar 25%
T  = tingkat kepercayaan 95% (nilai t mendekati 2)

dengan demikian jumlah contoh plot/sampel plot untuk keragaman volume sebesar 25% sebanyak 100 buah.

N =
CV %2
×t
=
252
×2
= 100 Sample Plot

SE%
5






Metode inventarisasi yang digunakan untuk semua kelas umur adalah penarikan contoh sistematik jalur berplot dengan awal teracak (systematic sampling with random start). Untuk memudahkan teknis pelaksanaan, jarak antar jalur ditentukan sebesar 500 meter. Berikut ini dicantumkan jarak antar plot dalam 1 jalur dari 3 kelas umur yang mempunyai luas berbeda (2500 ha, 3000 ha dan 3500 ha), tetapi mempunyai keragaman volume yang sama sebesar 25%.

3.3. Penempatan Plot Contoh di Lapangan
1.      Lokasi setiap plot harus digambarkan pada peta topografi atau peta jaringan jalan yang telah dibuat dengan skala 1:50.000 atau lebih besar untuk hutan alam.
2.      Untuk hutan tanaman digunakan skala 1:25.000 atau yang lebih besar.



3.      Pengukuran Jalan Masuk
a.  Gambarkan jalan masuk menuju plot yang memperlihatkan keadaan setiap 50 m berdasarkan arah dan jarak rintisan dari titik ikat.
b.  Saat membuat rintisan masuk, sedapat mungkin mengurangi kerusakan terhadap sumber daya seperti rotan atau jenis-jenis komersil lainnya dengan berbagai ukuran. Patok dibuat hanya dari pancang jenis non komersil.
c.   Pada titik awal plot yang terletak di tengah jalur dengan arah utara-selatan dibuat gundukan tanah setinggi 0,5 Meter. Kemudian tegakan pada gundukan itu sebuah patok permanen yang diperkirakan tidak rusak sampai 10 tahun dengan pipa paralon 4 inci diisi semen sepanjang 2 meter, ditanam antara 0,5 meter – 0,7 meter lalu diberi tanda posisi GPS. Gundukan tanah dapat digunakan sebagai tanda awal jalur. Patok permanen kemudian diberi nomor jalur dan nomor plot, misalnya J03,01 yang berarti Jalur 03, plot no. 1.

3.4. Pembuatan Plot Contoh
A.  Hutan Alam
1.  Plot sampel di hutan alam diletakkan dalam jalur inventarisasi dengan arah Utara-Selatan dan di dalamnya terdapat beberapa plot ukur yang jumlahnya tergantung dari panjang jalur. Dalam satu plot ukur terdapat 4 sub-plot ukur yang luasnya dibedakan berdasarkan tingkat pertumbuhan pohon dan tingkat permudaan yang ada.  
a.    Sub-plot pancang
Ukur dari titik awal plot masing-masing 10 m ke arah Barat atau Timur, pada ujung sisi kiri buat sub-plot pancang berbentuk lingkaran dengan tali sepanjang 2,82 m (jari-jari plot 2,82 meter). Amati keberadaan pancang dalam plot. Pasang pasak pada pusat plot untuk memasang tali tersebut, lalu amati plot secara berputar dengan ujung tali sebagai batas plot hingga selesai.
b.    Sub-plot tiang
Dari titik awal plot, bentuk sub-plot tiang berbentuk bujur sangkar berukuran 10 m x 10 m di sisi kiri jalur. Dengan bantuan tali sepanjang 10 m sebanyak 2 buah dan kompas, dari titik awal plot tarik tali ke arah kiri tegak lurus jalur (270º) dan searah jalur (0º) lalu pasang patok.
c.    Sub-plot pohon kecil
Bentuk plot bujur sangkar berukuran 20 m x 20 m, sepanjang 10 m sebelah Barat dan 10 m sebelah Timur jalur, kemudian rintis 20 m ke arah Utara.
d.    Sub-plot pohon besar
Bentuk plot persegi panjang berukuran 20 m x 125 m sebagai perpanjangan dari sub-plot pohon kecil ke arah Utara.


B.   Hutan tanaman
Bagian ini menjelaskan cara pembuatan plot di HTI pulp pada semua kelas umur. Metode yang digunakan adalah sampling sistematik berjalur dengan awal random. Seandainya posisi plot berada pada posisi yang tidak memungkinkan untuk dibuat (sungai, jalan, jurang, dll), maka pemindahan plot dilakukan sesuai dengan aturan yang sama seperti di hutan alam. Pada setiap titik awal jalur dan titik pusat plot, buat gundukan tanah setinggi 0,5 m dan tegakkan pancang kayu yang dicat dengan nomor petak tanam, nomor jalur dan nomor plot. Lakukan pula penggundukan tanah dan pemancangan patok pada titik-titik perpotongan jalur inventarisasi dengan jalan, walaupun titik tersebut tidak terletak dalam plot sampel.

3.5. Pemasangan Label Pohon
1.  pemasangan label pohon pada hutan alam hanya pada jenis pohon komersial berdiameter 10 cm ke atas atau mulai dari tingkat tiang hanya yang berada dalam plot sample.
2.  Label pohon dipasang pada ketinggian 15 cm di atas lingkar pengukuran diameter dan menghadap jalur, agar lebih mudah dilihat dari jalur rintisan. Label pohon yang dipasang terbuat dari material yang tidak rusak sampai 2 tahun misalnya plat aluminium atau plastik berukuran 7 cm x 4 cm.
3.  Label pohon ini akan digunakan sebagai bahan verifikasi.
4.  untuk hutan tanaman tidak diperlukan pelabelan pohon.
5.  Setiap plot sampel yang dibuat akan mempunyai 4 daftar isian/tally sheet (DI), yaitu DI 1 yang berisi informasi plot secara umum, DI 2 yang berisi data pohon tingkat pancang dan tiang, DI 3 yang berisi data pohon kecil dan DI 4 yang berisi data pohon besar. Nama jenis pohon yang diperoleh, terlebih dahulu disusun menurut abjad nama daerahnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mencari nama botani serta informasi lain yang dianggap perlu. Jenis-jenis ini kemudian dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok: Komersial satu (meranti), Komersial dua (jenis kayu rimba campuran), kayu indah satu (jenis-jenis ebony), kayu indah dua, kelompok jenis yang dilindungi dan Jenis lainnya (SK Menhut No.163/KPTS-II/2003 Tentang Pengelompokan Jenis Kayu Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan).











IV. ALAT BANTU SURVEY

4.1. Kurva tinggi
 A. Pengertian
Kurva tinggi adalah kurva yang memberikan gambaran tentang hubungan diameter dengan tinggi. Hubungan antara diameter dengan tinggi dibentuk dengan melalui pengukuran diameter dan tinggi sejumlah individu pohon, kemudian menghubungkan ke duanya dengan analisis regresi sehingga bisa dibentuk sebuah persamaan kurva tinggi. Cara lain yang lebih sederhana untuk membentuk kurva tinggi adalah dengan menghitung tinggi rataan tiap-tiap kelas diameter yang kemudian diplotkan dalam sistem kordinat XY. Dengan demikian akan diperoleh sebuah pencaran titik. Tahap berikutnya adalah menarik garis lengkung yang melewati tengah titik-titik tersebut. Teknik ini memang akurat tidak tinggi, tetapi sudah bisa digunakan untuk pengelolaan hutan masyarakat yang banyak membutuhkan teknik-teknik sederhana.
Untuk hutan tanaman, kurva tinggi yang digunakan adalah kurva tinggi total, yaitu kurva yang menggambarkan hubunga antara diameter dengan tinggi total. Pada hutan ini, kurva tinggi digunakan untuk menduga volume dan menduga kualitas tapak (site quality). Kurva tinggi hutan tanaman disusun berdasarkan kelas umur, seandainya ada 5 kelas umur maka akan ada 5 buah kurva tinggi.
Pada hutan alam, kurva tinggi yang digunakan adalah kurva tinggi komersial (merchantable height curve), yaitu kurva yang memberikan hubungan antara diameter dengan tinggi komersial (tinggi yang dapat dimanfaatkan). Karena sampai sekarang kayu yang diambil dalam penebangan hanya sampai pada batas panjang komersial, sisanya ditinggal di hutan. Hutan alam mempunyai jenis pohon yang banyak, jenis-jenis tersebut biasanya digolongkan dalam kelompok-kelompok jenis. Umumnya pengelompokkan jenis di hutan alam masih berdasarkan nilai komersialnya. Sehubungan dengan itu, kurva tinggi yang digunakan di hutan ini adalah kurva tinggi dari berbagai kelompok jenis.

B.  Tahap Pengukuran Pohon
1.  Pembentukkan kelas diameter
Untuk hutan alam bekas tebangan, lakukan pengelompokkan jenis misalnya kelompok meranti, kelompok dipterokarp non meranti, kelompok komersial dan kelompok jenis lainnya. Untuk setiap kelompok jenis buat kelas diameter mulai dari 10 cm dengan interval 5 cm, kelas 10-14,9 cm, 15-19,9 cm, 20-24,9 cm, dan seterusnya. Jumlah sampel dalam kelas diameter 10-14,9 cm sampai 30 – 34,9 cm ditentukan sebanyak 30 buah, untuk selanjutnya sampai 45,0 – 49,9 cm besar pohon sampel 20 buah. Untuk pohon di atas 50 cm, interval kelas yang digunakan 10 cm, dengan jumlah sampel 20 buah per kelas.
Untuk hutan tanaman, kurva tinggi dibuat untuk setiap kelas umur. Kalau ada 6 kelas umur, berarti harus ada 6 kurva tinggi. Dalam satu kelas umur, dibuat kelas-kelas diameter dimana kelas diameter mulai dari diameter 5 cm atau diameter terkecil dalam kelas umur tersebut dengan interval 2,5 cm. Dengan demikian kelas-kelas diameternya adalah 5 – 7,4 cm, 7,5 – 10,0 cm dan seterusnya. Jumlah sampel dalam setiap kelas diameter adalah 30 buah. Pohon sampel diusahakan diambil dari site yang berbeda-beda. Kriteria pohon dapat digunakan sebagai sampel untuk diukur tingginya adalah pohon sehat, pertumbuhan normal, berbatang lurus dan tajuknya tidak patah

2.    Pengukuran Tinggi Pohon Sampel
Metode yang digunakan merupakan metode gabungan antara metode trigonometri dan metode geometri. Metode ini tidak menggunakan alat ukur yang mahal dan canggih, tidak menggunakan pengukuran jarak dan mudah dilakukan baik di hutan tanaman maupun di hutan alam. Perhitungan nilai tinggi dilakukan di kantor.
Alat-alat yang digunakan untuk mengukur tinggi adalah :
1.  Clinometer;
2.  Tongkat bantu untuk mengukur tinggi sepanjang 5,5m (dapat dipanjangpendekkan) atau dengan menggunakan laser distance meter yang ada untuk memudahkan pengukuran;
3.  Alat tulis-menulis dan perlengkapan lapangan.
Variabel-variabel yang diukur dalam pengukuran tinggi adalah tinggi total (ht), tinggi bebas cabang (hcp), ujung tongkat aluminium (hp) dan tinggi pada ketinggian 1,5 m (hb) dari atas tanah (Lihat gambar di bawah). Perhatikan bahwa posisi tongkat ukur harus di sisi pohon, posisi tongkat pada gambar di atas dimaksudkan untuk mempermudah pengertian saja.


V. PEMASUKAN DATA



Penyimpanan dan pengolahan data akan lebih efisien jika dilakukan secara digital. Untuk data IHMB. gunakan program spreadsheet. Program ini pada dasarnya terdiri dari baris dan lajur, sehingga format data IHMB harus disesuaikan dahulu. Agar terstruktur data dari satu jalur dimasukkan dalam satu file dan diberi nama yang bermakna, misalnya data Jalur 009 dimasukkan dalam data bernama JALUR 009.wks. Berikut contoh pemasukan data untuk hutan alam. Untuk hutan tanaman isi kolomnya perlu disesuaikan.



Sebuah file spreadsheet akan mempunyai beberapa lembar kerja (tabs). Untuk data IHMB, lembar pertama berisi informasi tentang jalur dan diberi nama Inf Jalur. Isi lembar pertama adalah semua informasi tentang jalur yang bersangkutan, seperti kordinat titik ikat, cara mencapai jalur dan sketsa jalan. Isi lembar kedua adalah informasi tentang kondisi semua plot yang ada dalam jalur, dan dinamai Inf Plot. Data yang masuk dalam lembar ke dua ini adalah semua data yang ada dalam Daftar Isian 1. Lembar-lembar berikutnya berisi data masing-masing plot sebagaimana tercantum dalam Daftar Isian 2, dan diberi nama Plot 001, Plot 002 dan seterusnya.

























































VI. VERIFIKASI HASIL INVENTARISASI



1.    Verifikasi hasil inventarisasi dilakukan oleh Tim Pengendali Teknis dan prosedur administratifnya

2.    Pelaksanaan verifikasi dilaksanakan paling lambat 6 bulan setelah pelaporan hasil inventarisasi, agar tanda-tanda masih terlihat jelas.

3.    Metode verifikasi secara garis besar adalah sebagai berikut :

a.    Mereview dokumen Rencana Kegiatan Inventarisasi Hutan beserta kelengkapannya.

b.    Mempelajari dokumen Laporan Hasil Inventarisasi dari pemegang IUPHHK.

c.    Membandingkan rencana inventarisasi dan hasil pelaporan.

d.    Kegiatan lapangan tim Verifikasi bertujuan untuk membandingkan hasil pelaporan dengan pelaksanaan inventarisasi di lapangan.

e.    Pemberian kesimpulan, saran dan rekomendasi Tim Pengendali Teknis kepada Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Pemberian kesimpulan ini disampaikan paling lambat 6 bulan sejak kegiatan verifikasi lapangan.

4.    Kegiatan lapangan Tim verifikasi di hutan alam dan hutan tanaman meliputi:

a.    Menentukan secara acak 5 jalur verifikasi yang akan diambil sebagai sampel berdasarkan peta. Pada masing-masing jalur, tentukan 2 plot verifikasi dari semua plot sampel yang ada. Dengan demikian ada 10 buah plot verifikasi dalam suatu kawasan.

b.    Siapkan data semua plot verifikasi. Data ini dapat diambil dari Lampiran Laporan Inventarisasi.

c.    Kunjungi sebuah jalur verifikasi. Pada jalur ini:

1)    Ukur kordinat GPS titik ikat;

2)    Ikuti jalan masuk dari titik ikat ke jalur, catat kesesuaiannya.

d.    Kunjungi ke dua plot verifikasi dalam jalur. Untuk hutan alam, pada plot-plot ini:

1)  Catat keberadaan patok permanen dan gudukan tanah serta penomoran jalur dan plot.

2)  Buat sub-plot untuk tiang, pohon kecil dan pohon besar sesuai petunjuk inventarisasi, kemudian ukur diameter semua tiang, pohon kecil dan pohon besar beserta jenisnya. Pembuatan sub-plot, pengukuran diameter dan penentuan jenis dilakukan tim perusahaan.

3)  Catat kebenaran posisi plot sampel ke dua yang ditentukan berdasarkan arah (Utara- Selatan) dan jarak dari plot sampel pertama. Untuk hutan tanaman, lakukan pengukuran diameter d1,3 dan d0,5 pada semua pohon yang berada dalam plot sampel.

5.    Lakukan aktivitas pada butir 3-4 untuk semua jalur verifikasi.

6.    Masukan hasil observasi terhadap prosedur kerja dalam sebuah tabel isian.

7.    Masukan hasil pengukuran diameter pada tingkat Tiang, Pohon Kecil dan Pohon Besar serta penentuan jenis pohon dalam sebuah tabel isian. Contoh Tabel Isian berikut berisi hasil observasi 3 buah pohon tingkat Tiang.
Tim verifikasi mengambil keputusan berdasarkan penilaian pada hasil observasi terhadap prosedur, hasil pengukuran diameter dan kebenaran identifikasi jenis.

1 comment: