I. PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Inventarisasi
Hutan merupakan kegiatan dalam sistem pengelolaan hutan untuk mengetahui dan
memperoleh data dan informasi tentang sumberdaya hutan, potensi kekayaan hutan
serta lingkungannya secara lengkap dengan cara melakukan survey mengenai status
dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumberdaya manusia serta kondisi
masyarakat di dalam dan sekitar hutan.
Hasil dari kegiatan inventarisasi hutan
antara lain dipergunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan
neraca sumberdaya hutan, penyusunan rencana kebutuhan dan sistem informasi
kehutanan. Oleh karena itu, data hasil kegiatan inventarisasi hutan harus
memilliki tingkat keakuratan yang tinggi dengan memperhatikan efisiensi dalam
pengambilan data baik dari segi waktu, tenaga, dan biaya.
- Tujuan
·
Memenuhi
tugas Mata Kuliah Inventarisasi SDH
·
Memahami cara penentuan
penutupan lahan dan jumlah plot
II. PEMBAHASAN
1. Pembentukan
kelas tutupan hutan dimaksudkan untuk meningkatkan ketelitian hasil pendugaan
hasil inventarisasi dan keterwakilan.
2. Pelaksanaan
pembentukan kelas tutupan hutan dilakukan melaui kaidah sebagai berikut:
a. Membagi
habis seluruh tutupan vegetasi yang ada (exhaustive);
b. Mengorganisir/menggabung
kelas-kelas tutupan hutan (mutually exclusive);
c. Mempunyai
ukuran yang jelas untuk setiap kelas tutupan hutan yang dibuat:
1) kelas
tutupan hutan primer adalah hutan alam produksi yang belum pernah dieksploitasi
secara terencana.
2) kelas
tutupan hutan bekas tebangan (Logged Over Area) adalah hutan yang pernah
dan atau sedang dieksploitasi secara terencana.
d. Hirarkis,
dimana kelas-kelas yang dibuat mempunyai hirarki (tingkatan) dan mengikuti
kaidah diagram pohon (dendrogram).
3.2. Penentuan Jumlah Plot Contoh
A. Hutan
Alam
1. Tujuan
penarikan contoh pada hutan alam adalah untuk menghitung volume tegakan
komersil yang terdiri dari pohon-pohon dengan berdiameter setinggi dada (dbh)
sama atau lebih besar dari 10 cm (sepuluh centimeter).
2. Jumlah
plot contoh yang diperlukan tiap IUPHHK dihitung berdasarkan tingkat kesalahan
sebesar 5% (lima perseratus) dengan menggunakan rumus:
n=CV%×t2
SE%
di mana :
n
= jumlah contoh
SE = Sampling Error (5%) keragaman
volume antar plot
CV =
Keragaman volume dinyatakan sebagai persentase terhadap nilai volume rataan t =
tingkat kepercayaan 95% (nilai t mendekati 2)
dengan
demikian untuk kawasan yang mempunyai keragaman volume sebesar 65% akan
diperoleh jumlah plot contoh sebesar 676 buah (dibulatkan 700).
Mengingat
kawasan hutan produksi yang luas dan keberagamannya tinggi, maka keragaman
volume berdasarkan data empiris hutan-hutan produksi antara 65% – 75%. Tabel
berikut ini menunjukan jumlah plot contoh (luas masing-masing plot adalah 0,25
ha) yang harus dibuat agar mencapai kesalahan penarikan contoh sebesar ± 5%
(lima perseratus), pada kawasan IUPHHK seluas 80.000 ha dengan asumsi besar
keragaman volume antar plot (S%) berbeda-beda.
3. Peletakan
plot contoh/sample dalam areal dilakukan dengan sampling sistematik dimulai
secara acak (systematic sampling with random start) dalam jalur berplot,
dengan lebar jalur 20 meter. Jarak antar jalur sebesar 1 km (satu kilometer)
dengan tujuan mengusahakan agar semua petak yang ada dapat terwakili. Plot
pertama dalam jalur diletakkan secara acak. Jarak antar plot (JP) dalam satu
jalur dihitung berdasarkan luas daerah yang diwakili sebuah plot sampel yang
dibagi 1000, yakni:
JP =
|
Luas IUPHHK (m2)
|
×
|
1
|
||
Jumlah
plot sampel
|
1000
|
Catatan :
dengan
jarak antar jalur 1000 m, maka jarak antar plot contoh dalam jalur, pada 3
kawasan IUPHHK yang keragaman volumenya sama 75% tetapi luasannya berbeda
(misalnya IUPHHK A = 80.000, B = 90.000 dan C = 100.000 ha) adalah sebagai
berikut:
Luas
Areal IUPHHK-HA
|
|||
80.000
|
90.000
|
100.000
|
|
Jumlah
plot
|
900
|
900
|
900
|
Luas terwakili/plot (m2)
|
888.888,89
|
1.000.000,00
|
1.111.111,10
|
Jarak
antar plot (m)
|
890
|
1000
|
1100
|
Dengan
asumsi bahwa petak tebang berbentuk persegi dengan ukuran 1 km x 1 km, maka
jika areal IUPHHK luas (misalnya di atas 100.000 ha) dan keragaman volume
tinggi (misalnya di atas 75%) akan ada petak tebang yang tidak diwakili sebuah
plot contoh. Untuk memperoleh informasi petak tebang tersebut, digunakan asumsi
bahwa perubahan volume dari satu titik contoh ke titik lainnya berlangsung
secara gradual, karena itu dapat digunakan transformasi linear berdasarkan
jarak. Jika luas IUPHHK tersebut adalah 90.000 ha, maka jarak antar plot adalah
1000 meter.
Petak
tebang yang tidak diwakili sebuah plot contoh, diduga volumenya dengan
menggunakan interpolasi. Pada Gambar di bawah ini, petak tebang A100
tidak ditempati plot contoh dan akan diduga volumenya berdasarkan volume plot
contoh di petak A099 (misalnya V1 =25 m3) dan petak A101 (misalnya
V2=64 m3).
B. Hutan
Tanaman
1. Petunjuk dimaksudkan untuk
hutan tanaman industri kayu pulp, dimana tidak diberi perlakuan penjarangan
tegakan.
2. pendugaan
volume dilakukan pada tanaman kelas umur 4 tahun keatas. Pada kelas-kelas umur
ini inventarisasi dilakukan pada setiap kelas umur dengan tujuan untuk
monitoring perkembangan produksi dan menduga besarnya produksi di saat
tebangan.
3. Pada
umur di bawah 4 tahun, tujuan inventarisasi diarahkan lebih kepada penilaian
keberhasilan tanaman, penentuan kualitas tapak (site quality) dan gangguan
hama/penyakit.
4. Jumlah
plot contoh yang diperlukan tiap IUPHHK-HT/HTI dihitung berdasarkan tingkat
kesalahan sebesar 5% dengan menggunakan rumus:
n=CV%×t2
SE%
di mana:
n = jumlah contoh
SE
= Sampling Error (5%) keragaman volume antar plot
CV
= Keragaman volume ditetapkan sebesar 25%
T = tingkat kepercayaan 95% (nilai t mendekati
2)
dengan
demikian jumlah contoh plot/sampel plot untuk keragaman volume sebesar 25%
sebanyak 100 buah.
N =
|
CV %2
|
×t
|
=
|
252
|
×2
|
= 100
Sample Plot
|
|
SE%
|
5
|
||||||
Metode
inventarisasi yang digunakan untuk semua kelas umur adalah penarikan contoh
sistematik jalur berplot dengan awal teracak (systematic sampling with
random start).Untuk memudahkan teknis pelaksanaan, jarak antar jalur
ditentukan sebesar 500 meter. Berikut ini dicantumkan jarak antar plot dalam 1
jalur dari 3 kelas umur yang mempunyai luas berbeda (2500 ha, 3000 ha dan 3500
ha), tetapi mempunyai keragaman volume yang sama sebesar 25%.
3.3. Penempatan Plot Contoh di
Lapangan
1. Lokasi
setiap plot harus digambarkan pada peta topografi atau peta jaringan jalan yang
telah dibuat dengan skala 1:50.000 atau lebih besar untuk hutan alam.
2. Untuk
hutan tanaman digunakan skala 1:25.000 atau yang lebih besar.
3. Pengukuran
Jalan Masuk
a. Gambarkan
jalan masuk menuju plot yang memperlihatkan keadaan setiap 50 m berdasarkan
arah dan jarak rintisan dari titik ikat.
b. Saat
membuat rintisan masuk, sedapat mungkin mengurangi kerusakan terhadap sumber
daya seperti rotan atau jenis-jenis komersil lainnya dengan berbagai ukuran.
Patok dibuat hanya dari pancang jenis non komersil.
c. Pada
titik awal plot yang terletak di tengah jalur dengan arah utara-selatan dibuat
gundukan tanah setinggi 0,5 Meter. Kemudian tegakan pada gundukan itu sebuah
patok permanen yang diperkirakan tidak rusak sampai 10 tahun dengan pipa
paralon 4 inci diisi semen sepanjang 2 meter, ditanam antara 0,5 meter – 0,7
meter lalu diberi tanda posisi GPS. Gundukan tanah dapat digunakan sebagai
tanda awal jalur. Patok permanen kemudian diberi nomor jalur dan nomor plot,
misalnya J03,01 yang berarti Jalur 03, plot no. 1.
3.4. Pembuatan Plot Contoh
A. Hutan
Alam
1. Plot
sampel di hutan alam diletakkan dalam jalur inventarisasi dengan arah
Utara-Selatan dan di dalamnya terdapat beberapa plot ukur yang jumlahnya
tergantung dari panjang jalur. Dalam satu plot ukur terdapat 4 sub-plot ukur
yang luasnya dibedakan berdasarkan tingkat pertumbuhan pohon dan tingkat
permudaan yang ada.
a. Sub-plot
pancang
Ukur
dari titik awal plot masing-masing 10 m ke arah Barat atau Timur, pada ujung
sisi kiri buat sub-plot pancang berbentuk lingkaran dengan tali sepanjang 2,82
m (jari-jari plot 2,82 meter). Amati keberadaan pancang dalam plot. Pasang
pasak pada pusat plot untuk memasang tali tersebut, lalu amati plot secara
berputar dengan ujung tali sebagai batas plot hingga selesai.
b. Sub-plot
tiang
Dari
titik awal plot, bentuk sub-plot tiang berbentuk bujur sangkar berukuran 10 m x
10 m di sisi kiri jalur.Dengan bantuan tali sepanjang 10 m sebanyak 2 buah dan
kompas, dari titik awal plot tarik tali ke arah kiri tegak lurus jalur (270º)
dan searah jalur (0º) lalu pasang patok.
c. Sub-plot
pohon kecil
Bentuk
plot bujur sangkar berukuran 20 m x 20 m, sepanjang 10 m sebelah Barat dan 10 m
sebelah Timur jalur, kemudian rintis 20 m ke arah Utara.
d. Sub-plot
pohon besar
Bentuk
plot persegi panjang berukuran 20 m x 125 m sebagai perpanjangan dari sub-plot
pohon kecil ke arah Utara.
B. Hutan
tanaman
Bagian
ini menjelaskan cara pembuatan plot di HTI pulp pada semua kelas umur. Metode
yang digunakan adalah sampling sistematik berjalur dengan awal random.
Seandainya posisi plot berada pada posisi yang tidak memungkinkan untuk dibuat
(sungai, jalan, jurang, dll), maka pemindahanplot dilakukan
sesuai dengan aturan yang sama seperti di hutan alam. Pada setiap titik awal
jalur dan titik pusat plot, buat gundukan tanah setinggi 0,5 m dan tegakkan
pancang kayu yang dicat dengan nomor petak tanam, nomor jalur dan nomor plot.
Lakukan pula penggundukan tanah dan pemancangan patok pada titik-titik
perpotongan jalur inventarisasi dengan jalan, walaupun titik tersebut tidak
terletak dalam plot sampel.
3.5. Pemasangan Label Pohon
1. pemasangan
label pohon pada hutan alam hanya pada jenis pohon komersial berdiameter 10 cm
ke atas atau mulai dari tingkat tiang hanya yang berada dalam plot sample.
2. Label
pohon dipasang pada ketinggian 15 cm di atas lingkar pengukuran diameter dan
menghadap jalur, agar lebih mudah dilihat dari jalur rintisan. Label pohon yang
dipasang terbuat dari material yang tidak rusak sampai 2 tahun misalnya plat
aluminium atau plastik berukuran 7 cm x 4 cm.
3. Label
pohon ini akan digunakan sebagai bahan verifikasi.
4. untuk
hutan tanaman tidak diperlukan pelabelan pohon.
5. Setiap
plot sampel yang dibuat akan mempunyai 4 daftar isian/tally sheet (DI), yaitu
DI 1 yang berisi informasi plot secara umum, DI 2 yang berisi data pohon
tingkat pancang dan tiang, DI 3 yang berisi data pohon kecil dan DI 4 yang
berisi data pohon besar. Nama jenis pohon yang diperoleh, terlebih dahulu
disusun menurut abjad nama daerahnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
mencari nama botani serta informasi lain yang dianggap perlu. Jenis-jenis ini
kemudian dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok: Komersial satu (meranti),
Komersial dua (jenis kayu rimba campuran), kayu indah satu (jenis-jenis ebony),
kayu indah dua, kelompok jenis yang dilindungi dan Jenis lainnya (SK Menhut
No.163/KPTS-II/2003 Tentang Pengelompokan Jenis Kayu Sebagai Dasar Pengenaan
Iuran Kehutanan).
0 komentar:
Post a Comment