BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu aset
yang perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Seperti telah kita ketahui
bersama, bahwa hutan merupakan paru-paru bumi, satwa hidup,
pohon-pohon,
hasil tambang dan berbagai sumber daya lainnya yang
bisa kita dapatkan dari hutan yang tak ternilai harganya bagi
manusia. Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat
besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan
secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak
langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil
tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi,
perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi. Keberadaan hutan, dalam
hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa
dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi endahnya kesadaran manusia akan arti
penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan
menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup
lainnya dengan faktor - faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan
merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan
(Reksohadiprojo, 2000).
Dalam konteks pengelolaan
hutan, sebuah perencanaan dan penatagunaan akan sangat mempengaruhi hasil akhir
dari pengelolaan yang dilakukan. Keberlanjutan dari hutan dipengaruhi dari
bagaimana ekosistem hutan direncanakan untuk dikembangkan, dilindungi,
dimanfaatkan dan direhabilitasi. Hutan sebagai salah satu ekosistem yang
berkaitan dengan beberapa sektor lain (pertanian, perkebunan dan pertambangan)
tentu memerlukan sebuah perencanaan matang lintas sektoral.Perencanaan
kehutanan akan menjadi proses berkesinambungan yang melibatkan institusi
lintas sektor untuk membuat perencanaan penatagunaan kawasan yang optimal
berdasarkan daya dukung dan daya tampung serta memperhatikan aspek
sosial-lingkungan serta keberlanjutan untuk generasi yang akan datang.
Perencanaan penatagunaan lahan di sektor kehutanan (perencanaan kehutanan)
merupakan bagian dari penatagunaan lahan yang lebih luas.
Proses perencanaan
penatagunaan kawasan mencakup aktivitas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Indikator dalam penilaian tata kelola kehutanan melihat kepada aspek
perencanaan kehutanan dapat menjawab faktor keberlanjutan, keadilan sosial,
kesejahteraan, dan koherensi antar sektor tetap terjaga dengan baik. Indikator
penilaian memuat beberapa berbagai elemen kualitas yang mencoba untuk memeriksa
apakah perencanaan kehutanan di suatu negara dapat di katakan memenuhi aspek
“tata kelola yang baik” (good governance). Mengingat pentingnya
arti hutan bagi masyarakat, maka peranan dan Fungsi hutan tersebut perlu dikaji
lebih lanjut. Pemanfaatan sumberdaya alam hutan apabila dilakukan
sesuai dengan fungsi yang terkandung di dalamnya, seperti adanya fungsi
lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, fungsi wisata dengan dukungan
kemampuan pengembangan sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan
teknologi, akan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah
ini yaitu untuk menjelaskan bagaimana penatagunaan kawasan hutan yang ada di
Indonesia serta mengetahui tahapan dalam konteks penatagunaan kawasan hutan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Penatagunaan Kawasan Hutan
Penatagunaan Kawasan Hutan adalah kegiatan-kegiatan guna
menetapkan hutan menurut fungsinya. Penatagunaan kawasan hutan meliputi
kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan.
Ruang Lingkup
1. Penetapan
Fungsi Kawasan Hutan
Penetapan
fungsi kawasan hutan adalah pemberian kepastian hukum mengenai fungsi suatu
kawasan hutan tetap dengan Keputusan Menteri. Penetapan fungsi kawasan hutan
dilakukan pada kawasan hutan yang telah ditetapkan kawasan hutannya.
2. Pinjam Pakai
Kawasan Hutan
Pinjam Pakai
kawasan hutan adalah penyerahan penggunaan atas sebagian kawasan hutan kepada
pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa
mengubah status, peruntukkan dan fungsi kawasan hutan tersebut.
Tahapan Pelaksanaan
1. Penetapan
Fungsi Kawasan.
a. Identifikasi
secara mikro terhadap kawasan hutan yang telah ditetapkan, dilakukan secara
langsung (melalui survey lapangan) maupun secara tidak langsung dengan
memanfaatkan sumber data yang tersedia, dengan mempertimbangkan :
ü Letak dan
keadaan hutan
ü Topografi
ü Keadaan dan
sifat tanah
ü Iklim
ü Keadaan dan
perkembangan masyarakat
ü Ketentuan
lain yang akan ditetapkan lebih lanjut.
b. Penghitungan
luas dan posisi/letak guna menetapkan hutan sesuai fungsinya menurut kriteria yang ditentukan
c. Penunjukan
fungsi hutan yang meliputi letak, luas dan perincian peruntukannya oleh Menteri
d. Penataan
batas fungsi berdasarkan tata cara penataan batas kawasan hutan yang berlaku.
e. Pemetaan
hasil penataan batas
f. Penetapan
fungsi kawasan hutan oleh Menteri.
2. Pinjam Pakai
Kawasan Hutan
a. Permohonan
pinjam pakai kawasan hutan diajukan oleh pimpinan Instansi pemerintah/direksi
perusahaan/ketua koperasi kepada Menteri, dengan tembusan disampaikan kepada :
ü Sekretaris
Jenderal Departemen Kehutanan
ü Kepala Badan
Planologi Kehutanan
ü Direktur
Jenderal Bina Produksi Kehutanan
ü Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
ü Direktur
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
Permohonan dilengkapi dengan :
b. Rencana
penggunaan kawasan hutan dan rencana kerja yang dilampiri dengan peta lokasi
dan luas kawasan hutan yang dimohon serta citra satelit terbaru dengan resolusi
30 x 30 m.
c. Rekomendasi
Bupati/walikota dan gubernur setempat yang didasarkan pada pertimbangan teknis
dari instansi yang membidangi kehutanan.
d. AMDAL yang
telah disahkan oleh instansi yang berwenang, kecuali untuk kegiatan yang tidak
wajib menyusun AMDAL.
e. Pertimbangan
teknis dari Perum Perhutani atau pernyataan tidak keberatan dari pemegang
IUPHHK.
f. Pernyataan
kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan menanggung seluruh biaya
sehubungan dengan permohonan tersebut. Dalam hal permohonan pinjam pakai
kawasan hutan ditolak,Menteri menerbitkan surat penolakan atas permohonan
tersebut.
Dalam hal
permohonan pinjam pakai kawasan hutan disetujui, Menteri Menteri menerbitkan
surat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan yang memuat kewajiban yang
harus dipenuhi oleh Pemohon. Kewajiban harus dipenuhi oleh pemohon dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun.
Kewajiban
pemohon yang mendapat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan tanpa
kompensasi, antara lain:
1. Menanggung
biaya pengukuran, pemetaan, dan pemancangan tanda batas atas kawasan hutan yang
dipinjam;
2. menanggung
biaya inventarisasi tegakan dan membayar ganti rugi nilai tegakan atas kawasan
hutan yang dipinjam;
3. membuat
pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk melaksanakan reklamasi dan
reboisasi pada kawasan hutan yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu
selesainya jangka waktu pinjam pakai kawasan hutan;
4. membuat
pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk menjaga keamanan kawasan hutan
yang dipinjam dan disekitarnya ;
5. membuat
pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk menghindari dan mencegah
terjadinya kerusakan hutan, erosi, tanah longsor dan kebakaran hutan dalam
pelaksanaan dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan ;
6. membuat
pernyataan kesanggupan dihadapan notaris untuk memberikan kemudahan bagi aparat
kehutanan baik pusat maupun daerah sewaktu melakukan monitoring dan evaluasi di
lapangan. Kewajiban pemohon yang mendapat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan
hutan dengan kompensasi lahan, antara lain :
7. Menyediakan
dan menyerahkan lahan bukan kawasan hutan kepada Departemen Kehutanan yang
clear and clean sebagai kompensasi atas kawasan hutan yang digunakan.
8. Membuat
pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk melaksanakan dan menanggung
biaya reboisasi atas lahan kompensasi;
9. Menanggung
biaya pengukuran, pemetaan dan pemancangan tanda batas atas kawasan hutan yang
digunakan dan lahan kompensasinya;
10. Menanggung
biaya inventarisasi tegakan dan membayar ganti rugi nilai tegakan atas kawasan
hutan yang digunakan;
11. Membuat
pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk menjaga keamanan kawasan hutan
yang dipinjam dan disekitarnya;
12. Membuat
pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk menghindari dan mencegah terjadinya
kerusakan hutan, erosi, tanah longsor dan kebakaran hutan dalam pelaksanaan
kegiatan di lapangan;
13. Membuat
pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk melaksanakan reklamasi dan
reboisasi pada kawasan hutan yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu
selesainya jangka waktu pinjam pakai kawasan hutan;
14. Membuat
pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk memberikan kemudahan bagi
aparat kehutanan baik pusat maupun daerah sewaktu melakukan monitoring dan
evaluasi di lapangan. Dalam hal kawasan hutan yang dimohon merupakan hutan
tanaman, maka :
15. Membayar
ganti rugi nilai tegakan dibayarkan kepada pemegang hak atau kepada pemerintah
untuk yang tidak dibebani hak;
16. Membayar Provisi
Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) dibayarkan kepada pemerintah;
17. Pada areal
yang sudah dibebani hak dikenai kewajiban mengganti iuran Hak Pengusahaan Hutan
(IHPH)/Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang telah
dibayarkan oleh pemegang hak berdasarkan luas areal yang digunakan kepada
pemegang hak dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku.
18. Membayar
biaya investasi secara proporsional sesuai dengan luas areal hutan tanaman yang
dipinjam dan jangka waktu pinjam pakai. Dalam hal kawasan hutan yang dimohon
merupakan hutan alam, maka :
19. Membayar
ganti rugi nilai tegakan dibayarkan kepada pemerintah;
20. Membayar
PSDH dan DR dibayarkan kepada pemerintah;
21. Pada areal
yang sudah dibebani hak dikenai kewajiban mengganti IHPH/iuran IUPHHK yang
telah dibayarkan oleh pemegang hak berdasarkan luas areal yang digunakan kepada
pemegang hak dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku;
22. Membayar
biaya investasi secara proporsional sesuai dengan luas areal hutan alam yang
dipinjam dan jangka waktu pinjam pakai.
b. Menteri
sebelum memberikan keputusan, terlebih dahulu dapat minta saran/pertimbangan
teknis kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan.
c. Dalam hal
masih diperlukan kajian lebih lanjut maka Kepala Badan planologi Kehutanan
dapat membentuk Tim Pengkajian yang unsurnya terdiri dari unsur unit kerja
eselon I terkait dan
d. unsur
instansi terkait lainnya.
e. Hasil
pengkajian dilaporkan oleh Ketua Tim kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan.
f. Kepala Badan
Planologi Kehutanan menyampaikan hasil telaahan kepada Menteri berikut konsep
persetujuan/penolakan untuk memperoleh keputusan.
g. Dalam proses
pemberian izin, apabila dipandang perlu Menteri dapat meminta
saran/pertimbangan dari instansi/Lembaga Pemerintah terkait yang berkompeten.
h. Pemberian
izin atau penolakan oleh Menteri disampaikan kepada pemohon dengan tembusan
kepada instansi teknis terkait, Gubernur, Bupati atau Walikota.
i. Izin Pinjam
Pakai yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis
diberikan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
j. Jangka waktu
ijin pinjam pakai diberikan maksimal 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan perjanjian pinjam pakai kawasan hutan.
2.1.1. Tujuan Penatagunaan
Kawasan Hutan
1. Penetapan
Fungsi Kawasan Hutan
a. Memberikan
kepastian hukum terhadap kawasan hutan dengan sesuai fungsi tertentu.
b. Mengoptimalkan
manfaat fungsi hutannya.
2. Pinjam Pakai
Kawasan Hutan
Pinjam pakai
kawasan hutan bertujuan untuk mendukung pembangunan di luar kegiatan kehutanan,
membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan
strategis atau kepentingan umum terbatas di luar sektor kehutanan tanpa
mengubah status, fungsi dan peruntukan kawasan hutan, dan menghindari
terjadinya enclave di dalam kawasan hutan. Pinjam pakai kawasan hutan merupakan
penggunaan kawasan hutan dengan tujuan strategis dan untuk kepentingan umum
terbatas. Penggunaan kawasan hutan dengan tujuan strategis adalah untuk :
kepentingan religi, pertahanan dan keamanan, pertambangan, pembangunan
ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan, pembangunan
jaringan telekomunikasi, dan pembangunan jaringan instalasi air. Sedangkan
penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan umum terbatas adalah untuk : jalan
umum dan jalan (rel) kereta api, saluran air bersih dan atau air limbah,
pengairan, bak penampungan air, fasilitas umum, repeater telekomunikasi,
stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi.
Pinjam pakai
kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan dilakukan secara
selektif hanya untuk kegiatan-kegiatan yang tidak mengakibatkan kerusakan
serius dan hilangnya fungsi hutan yang bersangkutan. Sehingga pinjam pakai di
kawasan hutan lindung dilarang dilakukan dengan pola penambangan terbuka. Peraturan-peraturan
yang mendasari kegiatan pinjam pakai kawasan hutan adalah Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor : P.14/Menhut- II/2006.
2.1.2. Penanggung Jawab Penatagunaan Kawasan Hutan
1. Penetapan
Fungsi Kawasan Hutan
Penanggung
jawab kegiatan penetapan fungsi kawasan hutan adalah Pusat Pengukuhan dan
Penatagunaan Kawasan Hutan.
2. Pinjam Pakai
Kawasan Hutan
Penanggung jawab kegiatan pinjam
pakai kawasan hutan adalah Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan.
2.1.3. Hasil
Kegiatan Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
1. Peta
Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
2. Keputusan
Menteri tentang penetapan fungsi kawasan hutan
2.1.4. Hasil
Pinjam Pakai Kawasan Hutan
1. Peta Pinjam
Pakai Kawasan Hutan
2. Keputusan
Menteri tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan
3. Perjanjian
Pinjam Pakai Kawasan Hutan
2.2.
Kriteria Penetapan Hutan
Kriteria
Fisik penentuan fungsi kawasan hutan lindung dan hutan produksi didasarkan pada
faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan.
1. Kelerengan
(L) = a/b x 100%
a = tinggi relatif
b = Jarak Datar
2. Kelas tanah
didasarkan tingkat kepekaannya terhadap erosi
3. Kelas
intensitas hujan didasarkan perhitungan rata-rata curah hujan dalam milimeter
setahun dibagi dengan rata-rata jumlah hari hujan setahun.
4. Angka
penimbang (bobot) untuk faktor kelerengan = 20, jenis tanah = 15 dan intensitas
hujan = 10.
5. Nilai (skor)
untuk masing-masing faktor disajikan dalam table terlampir.
2.2.1.
Kriteria Penetapan Hutan Lindung
1. Kawasan
hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas kelas
intensitas hujan setelah masing masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) 175
atau lebih besar
2. Kawasan
hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan 40 % atau lebih.
3. Kawasan
hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas permukaan laut 2.000 m atau
lebih.
4. Menyimpang
dari ketentuan butir 1 s/d 3 di atas, kawasan hutan perlu dibina dan
dipertahankan sebagai hutan lindung apabila memenuhi salah satu atau beberapa
syarat sebagai berikut :
a. Tanah sangat
peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol dan renzina
dengan lereng lapangan lebih besar (>) 15%;
b. Merupakan
jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kiri dan
kanan sungai/aliran air tersebut;
c. Merupakan
pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling
mata air tersebut;
d. Guna
keperluan/’kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai hutan lindung.
2.2.2.
Kriteria Penetapan Hutan Produksi Terbatas dan Produksi Tetap
Hutan Produksi Terbatas (HPT)
Kawasan
Hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas
intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang
mempunyai total nilai (skor) 125-174.
Hutan Produksi Tetap (HP)
Kawasan
hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapngan, kelas tanah dan kelas
intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang
mempunyai total nilai (skor) kurang dari 124.
2.2.3.
Kriteria Cagar Alam
1. Kawasan yang
ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan ekosisitem.
2. Mewakili
formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusun.
3. Mempunyai
kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum
diganggu manusia.
4. Mempunyai
luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan efektif dengan daerah
penyangga yang cukup luas.
5. Mempunyai
ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta
keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
2.2.4.
Kriteria Suaka Margasatwa
1. Kawasan yang
ditunjuk merupakan tempat hidup dan berkembangbiakan dari suatu jenis satwa
yang perlu dilakukan upaya konservasinya.
2. Memiliki
keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi.
3. Merupakan
tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrant tertentu.
4. Mempunyai luas
yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
2.2.5.
Kriteria Hutan Wisata
1. Kawasan
hutan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah
maupun buatan manusia.
2. Memenuhi
kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat
pemukiman penduduk.
3. Mengandung
satwa buru yang dapat dikembang biakkan sehingga memungkinkan perburuan secara
teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa.
4. Mempunyai
luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Penatagunaan kawasan hutan adalah kegiatan-kegiatan guna
menetapkan hutan menurut fungsinya. Penatagunaan kawasan hutan meliputi
kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan.
2. Penatagunaan
kawasan hutan memiliki tujuan yaitu penetapan fungsi kawasan hutan dan pinjam
pakai kawasan hutan.
3. Penetapan
fungsi kawasan hutan memiliki tujuan Memberikan kepastian hukum terhadap
kawasan hutan dengan sesuai fungsi tertentu dan mengoptimalkan manfaat fungsi
hutannya. Sedangkan Pinjam pakai kawasan hutan bertujuan untuk mendukung
pembangunan di luar kegiatan kehutanan, membatasi dan mengatur penggunaan
sebagian kawasan hutan untuk kepentingan strategis atau kepentingan umum
terbatas di luar sektor kehutanan tanpa mengubah status, fungsi dan peruntukan
kawasan hutan, dan menghindari terjadinya enclave di dalam kawasan hutan.
4. Penentuan
kriteria kawasan hutan ditentukan oleh kriteria fisik penentuan fungsi kawasan
hutan lindung dan hutan produksi didasarkan pada faktor-faktor kelas lereng
lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan.
3.2. Saran
Dalam
penentuan tata guna kawasan hutan harus di dasari atas peraturan undang-undang
tentang penatagunaan kawasan hutan agar dalam penentuan tersebut tidak terjadi
penyimpangan pengelolaan kawasan hutan. Serta dengan adanya undang-undang
tersebut pengelolaan kawasan hutan memiliki dasar yang jelas dan kuat apabila
terjadi suatu konflik penatagunaan kawasan hutan.
0 komentar:
Post a Comment